Lompat ke isi utama

Artikel

Menjaga Hak Anak, Menegakkan Demokrasi: Peran Bawaslu dalam Mendidik Generasi Pengawas Demokrasi Masa Depan

Oleh; M. Hafidh, Koordinator Divisi (Kordiv) SDM, Organisasi dan Diklat

Bawaslu Kabupaten Magelang

suasana

 

Hari ini, Rabu, 23 Juli 2025, Indonesia kembali memperingati Hari Anak Nasional (HAN), sebuah momen reflektif yang sarat makna dan harapan. Dengan mengusung tema “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045”, bangsa Indonesia meneguhkan komitmennya untuk menjadikan anak-anak sebagai subyek utama dalam pembangunan menuju satu abad kemerdekaan. Di tengah semangat ini, penting untuk melihat bahwa anak tidak hanya merupakan penerima manfaat pembangunan, tetapi juga calon pelaku demokrasi yang perlu dibentuk dengan nilai, pengalaman, dan keteladanan sejak dini.

Di republik tercinta ini, sejarah Hari Anak Nasional (HAN) berakar dari pengesahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-undang tersebut sekaligus menjadi tonggak penghormatan negara terhadap hak dan perlindungan anak. Sejatinya, perlindungan ini tidak hanya menyentuh aspek fisik dan sosial, melainkan juga mental, intelektual, dan bahkan spiritual, termasuk hak anak untuk didengar pendapatnya, dihargai keputusannya, dan dilibatkan dalam kehidupan bermasyarakat. Di sinilah letak irisan penting antara peringatan HAN dan masa depan demokrasi Indonesia.

Demokrasi Dimulai dari Rumah dan Sekolah

Demokrasi bukan hanya tentang pemilu lima tahunan, tetapi tentang pembiasaan hidup dalam ruang yang menghargai perbedaan, mendorong partisipasi, dan menolak kekerasan. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang demokratis — di rumah, di sekolah, dan di masyarakat — akan lebih mampu memahami pentingnya keterbukaan, kejujuran, dan tanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan demokrasi sejak dini adalah investasi tak ternilai dalam mencetak penjaga demokrasi dan generasi pengawas masa depan.

Keluarga dan satuan pendidikan memiliki peran strategis dalam proses ini. Di rumah, anak bisa diajarkan untuk menyuarakan pendapat dengan cara yang santun, dilibatkan dalam pengambilan keputusan sederhana, dan diajarkan menghargai perbedaan. Di sekolah, praktik-praktik seperti pemilihan ketua kelas, forum diskusi terbuka, serta pengenalan nilai-nilai Pancasila dapat menjadi sarana internalisasi prinsip-prinsip demokrasi yang murni.

Bawaslu dan Investasi Demokrasi

Sebagai lembaga pengawas pemilu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki mandat strategis untuk menjaga integritas demokrasi elektoral. Namun, peran Bawaslu tidak hanya berhenti pada pengawasan teknis proses pemilu, tetapi juga mencakup aspek edukasi politik kepada masyarakat. Dalam konteks Hari Anak Nasional, Bawaslu memiliki peluang untuk memperluas cakupan programnya ke arah pendidikan demokrasi sejak usia dini.

Sejak 2019, Bawaslu Kabupaten Magelang telah memulai kegiatan yang bertajuk “Bawaslu Goes to School” sebuah kegiatan yang menyasar pelajar, kelompok anak-anak muda. Hal tersebut bagian dari upaya melakukan pendidikan politik kepada generasi muda. Program tersebut kami desain dengan satu model edukasi dengan  pendekatan menyenangkan, namun tetap informatif. Bisa jadi, pada saatnya nanti, model kegiatan tersebut  dimodifikasi dan menyasar kelompok  pelajar yang lebih muda, yaitu anak-anak usia SD bahkan PAUD, misalnya melalui dongeng demokrasi, lomba mewarnai bertema jujur dan adil, atau animasi tentang pentingnya memilih dengan bijak. Di sinilah Bawaslu memainkan peran sebagai lembaga yang tidak hanya menjaga demokrasi hari ini, tetapi juga membentuk demokrasi esok hari.

Perlindungan Anak sebagai Landasan Demokrasi

Demokrasi yang sehat membutuhkan warga negara yang kuat, dan warga negara yang kuat hanya lahir dari anak-anak yang tumbuh dengan perlindungan dan pemenuhan hak-haknya. Negara yang abai terhadap anak-anaknya adalah negara yang sedang menggali lubang bagi runtuhnya tatanan demokrasi di masa depan. Sebaliknya, negara yang menempatkan anak sebagai prioritas adalah negara yang menabur benih demokrasi yang tahan badai.

Saat Bawaslu, bersama dengan elemen bangsa lainnya, terlibat aktif dalam membangun kesadaran demokrasi sejak dini, maka fungsi pengawasan tidak lagi menjadi pekerjaan eksklusif, melainkan menjadi budaya kolektif. Ini akan menciptakan masyarakat yang tidak permisif terhadap pelanggaran, berani menyuarakan kebenaran, dan siap menjaga marwah demokrasi dalam setiap tahap kehidupan berbangsa.

Menuju Indonesia Emas 2045: Kolaborasi untuk Anak dan Demokrasi

Tema HAN tahun ini bukan sekadar slogan; ia adalah visi strategis yang harus diterjemahkan dalam kebijakan dan aksi nyata. “Anak Hebat” hanya bisa diwujudkan jika seluruh elemen bangsa — pemerintah, masyarakat sipil, media, dunia usaha, dan lembaga negara seperti Bawaslu — bergerak dalam satu arah: menciptakan ruang yang aman, sehat, partisipatif, dan edukatif bagi anak-anak.

Momen HAN 2025 ini harus menjadi titik tolak untuk memperkuat sinergi antara gerakan perlindungan anak dan penguatan demokrasi. Karena anak-anak hari ini bukan hanya pemilih di masa depan — mereka adalah calon pemimpin, calon penyelenggara pemilu, bahkan calon pengawas pemilu yang akan menentukan kualitas demokrasi Indonesia dalam beberapa dekade mendatang.

 

Artikel