Lompat ke isi utama

Artikel

Membaca Tren Integritas Bawaslu Lewat Skor SPI 2021–2024: Antara Evaluasi dan Harapan

Oleh: Muhammad Hafidh

Koordinatior Divisi (Kordiv) SDM, Organisasi dan Diklat.

Bawaslu Kabupaten Magelang

Pengertian 

Survei Penilain Integritas atau sering disingkat dengan SPI, adalah program yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI) untuk memetakan risiko dan potensi korupsi di instansi pemerintah dan atau lembaga negara, serta mengevaluasi sistem pencegahan korupsi berbasis persepsi dan pengalaman para pemangku kepentingan, baik internal maupun eksternal.

Meski tidak diatur dalam undang-undang secara langsung, SPI merupakan bagian dari pelaksanaan tugas KPK sebagaimana diatur dalam:

Pasal 6 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK:

KPK bertugas melakukan tindakan-tindakan pencegahan agar tidak terjadi tindak pidana korupsi, dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

SPI juga dijalankan sesuai dengan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi:

Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Monitoring Pelaksanaan Rencana Aksi Program Pencegahan Korupsi Terintegrasi,
yang menjadikan SPI sebagai salah satu alat ukur pelaksanaan reformasi birokrasi dan pencegahan korupsi secara nasional.

Secara umum, Survei Penilaian Integritas (SPI) adalah instrumen survei tahunan yang digunakan untuk mengukur tingkat integritas suatu instansi pemerintah dan atau lembaga negara berdasarkan:

  • Persepsi pegawai internal (Aparatur Sipil Negara, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dan pejabat),

  • Persepsi pengguna layanan atau mitra eksternal (masyarakat, rekanan, stakeholder),

  • Persepsi ekspert eksternal atau pemangku kepentingan lainnya.

Selain mengukur potensi korupsi, SPI  juga menilai sistem, budaya, dan upaya pencegahan korupsi di dalam organisasi, dalam hal ini instansi pemerintah dan atau lembaga negara.

Tujuan utama SPI:

  • Memetakan area rawan korupsi;

  • Mendorong perbaikan sistem pencegahan;

  • Memberi gambaran sejauh mana budaya integritas telah terbangun;

  • Menyediakan data berbasis survei untuk pengambilan kebijakan antikorupsi.

 

 Elemen-Elemen yang Dinilai dalam SPI (versi KPK):

  1. Transparansi pengelolaan anggaran

  2. Integritas pelayanan publik

  3. Pengendalian gratifikasi

  4. Pelaporan benturan kepentingan

  5. Perlindungan pelapor

  6. Budaya kerja antikorupsi

  7. Persepsi dan pengalaman korupsi

Survei Penilaian Integritas (SPI) yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setiap tahun menjadi salah satu cermin penting untuk melihat sejauh mana lembaga publik menjaga nilai-nilai integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan tugasnya. Bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hasil SPI bukan hanya sekadar angka—melainkan refleksi komitmen dalam menjaga kepercayaan publik dalam bidang pengawasan pemilu.

Pelaksanaan SPI Tahun 2025.

Berdasarkan Surat KPK No. UND/394/LIT.05/10-15/04/2025 tanggal 15 April 2025 tentang Pelaksanaan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2025, Survei Penilaian Integritas Tahun 2025 akan dilaksanakan secara online (e-SPI) oleh KPK pada bulan Juli 2025 sampai dengan bulan Oktober 2025.

Membaca Skor  SPI Bawaslu Tahun 2021–2024

Berdasarkan data SPI dari tahun 2021 hingga 2024, Bawaslu mencatat skor sebagai berikut:

Tahun

Skor SPI

2021

79,85

2022

78,15

2023

73,70

2024

77,04

Data di atas menunjukkan adanya penurunan skor secara berturut-turut dari tahun 2021 ke 2023, dengan penurunan paling signifikan terjadi antara 2022 dan 2023. Tahun 2023 menjadi titik terendah dengan skor 73,70, yang menandakan adanya tantangan serius dalam penguatan sistem integritas kelembagaan. Namun, pada tahun 2024 terjadi peningkatan skor sebesar 3,34 poin, sebuah sinyal positif bahwa upaya pembenahan internal mulai membuahkan hasil.

Tantangan di Balik Penurunan

Penurunan skor SPI hingga titik terendah pada 2023 tak bisa dilepaskan dari kompleksitas dinamika kepemiluan yang sedang berlangsung. Tahun tersebut merupakan fase krusial dalam tahapan Pemilu Serentak 2024, yang secara alami memperbesar ruang potensi intervensi, tekanan eksternal, dan beban pengawasan.

Selain itu, penurunan ini juga bisa menjadi indikator bahwa sistem pengendalian gratifikasi, pelaporan pelanggaran (whistleblowing), serta penguatan budaya integritas belum sepenuhnya optimal. Rendahnya partisipasi pegawai dalam survei SPI, lemahnya pemahaman atas risiko korupsi, atau belum meratanya penerapan kode etik bisa menjadi faktor penyebabnya.

Bangkit di Tahun 2024

Peningkatan skor SPI Bawaslu pada 2024 menjadi bukti bahwa proses perbaikan terus dilakukan, meski belum sepenuhnya pulih ke skor terbaik tahun 2021, lonjakan ini penting untuk membangun kembali kepercayaan internal dan eksternal.

Optimisme membaiknya SPI Tahun 2025 ini mendasarkan pada beberapa indikasi di internal Bawaslu, diantaranya dengan penguatan beberapa pilar utama SPI, seperti:

  • Penguatan sistem pengendalian internal;

  • Pelatihan antikorupsi dan nilai integritas;

  • Pembenahan tata kelola organisasi;

  • Peningkatan literasi gratifikasi dan pelaporan benturan kepentingan;

  • Upaya mendorong keterlibatan publik dan internal dalam pemantauan integritas.

SPI 2025: Saatnya Konsolidasi Nasional

Hari-hari ini, menjadi momentum strategis bagi Bawaslu untuk menyambut penilaian SPI tahun 2025 dengan kesiapan maksimal, keluarga besar  Bawaslu sepenuhnya menyadari, bahwa hasil SPI adalah salah satu kompas kelembagaan, bukan sekadar laporan tahunan. Bawaslu perlu tampil sebagai lembaga yang bukan hanya bersih, tapi juga semakin terbuka. Artinya, siapa pun yang berurusan dengan Bawaslu—entah masyarakat, peserta pemilu, jurnalis, atau mitra kerja—harus bisa melihat sendiri bahwa prosesnya adil dan profesional.

Secara ringkas, tantangan utama Bawaslu dalam upaya peningkatan skor SPI Tahun 2025 ini bisa dipilah kedalam  dua bagian besar; pertama, penguatan budaya integritas internal dan kedua, pengelolaan persepsi eksternal.

Secara internal, tantangan terbesar adalah membangun kesadaran kolektif bahwa integritas bukan sekadar slogan, tetapi bagian tak terpisahkan dari etos kerja sehari-hari. Benturan kepentingan yang bisa terjadi dalam hubungan kerja, relasi kuasa yang belum transparan, serta budaya "asal aman" sering menjadi penghambat.

Sementara dari sisi eksternal, Bawaslu dihadapkan pada tantangan meningkatnya kecurigaan publik terhadap netralitas lembaga pengawas, terutama pada tahapan-tahapan krusial seperti rekrutmen Panwaslu, penanganan sengketa proses, atau penindakan dugaan pelanggaran oleh pihak berkuasa. 

Pada saat yang bersamaan, kita menyadari bahwa di tingkat persepsi publik dan mitra kerja masih terdapat  catatan besar, yaitu masih adanya  anggapan di sebagian kalangan bahwa proses di Bawaslu belum sepenuhnya transparan, belum semua layanan mudah diakses, dan beberapa area masih dianggap rawan—terutama saat musim pemilu.

Maka tantangan Bawaslu bukan hanya memperbaiki sistem, tapi juga membangun kepercayaan. Dan kepercayaan lahir dari praktik sehari-hari yang nyata, bukan sekadar dokumen atau spanduk integritas.

Menurut hemat penulis, beberapa Langkah nyata yang bisa dilakukan guna meningkatkan skor KPI tahun 2025 ini, agar  seluruh ‘warga Bawaslu’  menyiapkan langkah-langkah konkret dan sistemik, diantaranya:

  • Peningkatan Reformasi SOP dan digitalisasi layanan publik, diantaranya: sosialisasi  prosedur harus semakin masif, transparan, dan mudah diakses publik, baik di bidang kepegawaian, keuangan, maupun pengawasan.

  • Penguatan whistleblowing system internal dan eksternal: termasuk menjamin perlindungan terhadap pelapor pelanggaran integritas.

  • Pelatihan rutin etika dan integritas untuk seluruh jajaran: bukan sekadar formalitas, tetapi berbasis studi kasus nyata yang mencerminkan tantangan di lapangan.

  • Audit integritas mandiri dan evaluasi berkala terhadap area rawan korupsi seperti pengadaan barang/jasa, pemanfaatan aset, serta proses keuangan rutin.

  • Kepemimpinan teladan: pimpinan harus menjadi wajah integritas yang konkret, dalam gaya hidup, keputusan organisasi, dan sikap terhadap laporan masyarakat.

Penutup:

SPI bukan soal pencitraan, ia adalah barometer kredibel tentang sejauh mana lembaga publik mampu menahan godaan kekuasaan dan tetap setia pada mandat konstitusionalnya. Bagi Bawaslu, skor SPI adalah pesan yang dibaca serius—agar kerja pengawasan tak hanya sah secara hukum, tetapi juga bermartabat secara moral.

Mari kita sambut SPI tahun 2025 bukan dengan rasa takut dinilai, tapi dengan semangat peningkatan, sebab saat  integritas sudah jadi budaya, bukan cuma slogan, niscaya kepercayaan publik pun akan mengikuti. Dan saat itu terjadi, demokrasi Indonesia akan jadi jauh lebih sehat. Karena lembaga yang mau jujur menilai dirinya sendiri adalah lembaga yang layak dipercaya publik.

 

Artikel