Lompat ke isi utama

Berita

Sudah 3 Bulan Meninggal, Masih Tercatat Nyoblos Pemilu

Sudah 3 Bulan Meninggal, Masih Tercatat Nyoblos Pemilu

 

Kota Mungkid - Bawaslu Kabupaten Magelang menemukan dugaan pelanggaran Pemilu 2024 di Kecamatan Grabag. Yang mana terdapat dugaan adanya seorang pemilih yang dua kali mencoblos serta terdapat pemilih yang sudah meninggal dunia, tapi diketahui memberikan suaranya di TPS 15 Desa Sumurarum, Kecamatan Grabag.

Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang, Muhammad Habib Shaleh mengatakan pemilih pria berinisial S itu diduga melakukan dua kali pencoblosan pada Rabu, 14 Februari. Kali pertama dia datang ke TPS 15 Desa Sumurarum untuk mencoblos menggunakan undangan atas nama dirinya.

Sekitar 15 menit kemudian, S kembali ke TPS 15 itu dengan membawa undangan atas nama ibunya yang telah meninggal tiga bulan sebelumnya. Pada kedatangan S yang kedua, petugas KPPS memberinya lima surat suara.

“Ini kami dapat laporan dari Pengawas TPS dan Panwasdes, ada pemilih yang sudah meninggal tiga bulan yang lalu tapi ikut mencoblos. Bukan berarti ini bangkit dari kubur lalu ikut mencoblos. Tetapi surat suara yang bersangkutan ini seharusnya tidak memenuhi syarat (TMS), tapi masih digunakan oleh anaknya. Jadi, pengguna surat suaranya itu anaknya,” jelas Habib, Senin (19/2/2024).

Habib juga mengatakan, saat ini Bawaslu Kabupaten Magelang masih melakukan pendalaman dan meminta keterangan ke berbagai pihak, baik petugas KPPS serta yang bersangkutan.

“Saat ini, kita masih dalam proses mencari informasi dan mengumpulkan berbagai fakta. Senin ini (kemarin) kita undang mulai yang bersangkutan (yang nyoblos dua kali), KPPS, PPS, kemudian petugas PPK dan KPU juga hadir. Selain itu, kita juga mengundang Panwasdes dan Panwaslu Kecamatan,” katanya.

Habib menyampaikan, pada saat pencoblosan di TPS tersebut banyak sekali kejanggalan. Serta jawaban yang diberikan para pihak yang dimintai keterangan menimbulkan pertanyaan baru.

Misalnya, si pemilih berinisial D sudah meninggal tiga bulan lalu, dan kampung di sana lingkupnya kecil. Pastinya masing-masing orang saling kenal.

Selain itu, PPS memberikan salinan DPT dan di salinan DPT ini, yang bersangkutan sudah tertulis meninggal. Artinya, di dalam data sebelum pencoblosan berlangsung memang sudah dinyatakan meninggal. Namun surat undangan untuk mencoblos tetap dibagikan, dan ketika mengetahui pemilih tersebut sudah meninggal, harusnya ditarik lagi.

"Tadi KPPS beralasan hanya di bintek sekali, lewat zoom. Nah, kita konfirmasi pada PPS ternyata bintek 3 kali, dua beranggaran dan satu tidak beranggaran. Ada informasi yang tidak match, jadi undangan memilih harusnya tidak dibagikan, tapi dibagikan. Kalau sudah tahu, (harusnya) ditarik," sambung Habib.

Walhasil, S diduga dua kali mencoblos. Pertama, menggunakan surat suara sendiri. Kedua, menggunakan surat suara punya ibunya yang sudah almarhumah.

"Ini harus ketahuan. Karena di sana ada 7 orang KPPS, ada satu orang pengawas TPS. Harus saling mengkroscek dari awal. Ini tidak ada, dari 8 orang ini tidak ada yang mengingatkan," tandas Habib.

"Ketika dia mendaftar, mengisi daftar hadir, menerima surat suara, dia mencoblos. Kemudian mencelup tinta, yang pertama (mencoblos) tidak dicelupkan, mengaku dicelup, tapi tidak kena. Kan tidak logis karena pertama (mencoblos) masih pagi, tinta masih penuh, ini tidak. Yang kedua baru dicelup kena," kata Habib.

Habib menegaskan kejadian tersebut masih ditelusuri. Rencananya malam ini akan diputuskan soal perlunya dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) atau tidak di TPS tersebut.

"Kami harus melihat fakta-fakta di lapangan, kronologinya bagaimana. Jadi kami harus membuat kajian, kronologi, dan membuat kasus ini terang benderang. Kita tidak akan gegabah, tidak akan cari panggung, ini memang persoalan seperti apa, kita kaji, kita putuskan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ucap dia.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Grabag, Joko Muslim mengatakan pihaknya mendapat informasi dari Panwaslu Kecamatan Grabag pada Jumat (16/2) malam, setelah kotak suara sampai di PPK.

"Dari pemeriksaan salinan (DPT) yang dipajang menemukan bahwa kehadiran 100 persen. Padahal di sana DPT 202, DPTb (tambahan) 1 orang, berarti yang hadir adalah 203. Itu menurut daftar hadir yang dilaporkan oleh Pengawas tingkat bawah," kata Joko.

"Kita langsung telepon Ketua PPS Desa Sumurarum untuk melakukan kroscek. Setelah dikroscek ternyata betul. Saya tanyakan, ini berarti yang meninggal hadir? Ada tanda tangannya dari versi Panwaslu Kecamatan. Sehingga tidak mungkin orang yang sudah meninggal itu hadir. Akhirnya Panwaslu Kecamatan Grabag meminta pendapat, ya monggo karena rekomendasi lahirnya dari Bawaslu Kabupaten Magelang," pungkas Joko. (desiana)