P2P Daring 2025 Jadi Wadah Pembelajaran Demokrasi Sepanjang Masa
|
Kota Mungkid — Pendidikan Pengawasan Partisipatif (P2P) Daring Tahun 2025 yang dibuka oleh Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, Senin (27/10/2025) bukan sekadar pelatihan teknis, tetapi juga ruang edukasi yang menumbuhkan semangat demokrasi di kalangan masyarakat luas. Kegiatan ini diikuti oleh peserta dari berbagai daerah di Jawa Tengah, termasuk jajaran Bawaslu kabupaten/kota.
Dalam sambutannya, Ketua Bawaslu Jawa Tengah, Muhammad Amin, menekankan pentingnya membentuk kader pengawas yang berfungsi aktif di masyarakat. “Kami ingin setiap peserta menjadi pelopor pengawasan partisipatif di lingkungannya masing-masing,” ungkapnya.
Rangkaian kegiatan P2P Daring ini terdiri atas pretest, pembelajaran mandiri melalui video, serta diskusi interaktif yang difasilitasi oleh 11 klaster Bawaslu kabupaten/kota. Setiap klaster menghadirkan narasumber dari Bawaslu Provinsi Jawa Tengah yang membahas berbagai aspek kepemiluan, mulai dari pencegahan pelanggaran hingga penyelesaian sengketa.
Koordinator Divisi Hukum dan Diklat Bawaslu Jateng, Diana Ariyanti, menegaskan bahwa semangat pengawasan partisipatif tidak boleh berhenti setelah tahapan pemilu selesai. “Budaya pengawasan adalah bagian dari karakter demokrasi. Ia harus hidup sepanjang waktu,” ujarnya.
Selain memberikan pemahaman teknis, kegiatan ini juga menanamkan nilai-nilai moral bagi para pengawas partisipatif. Para peserta diajak untuk memahami pentingnya menjaga integritas, netralitas, dan tanggung jawab dalam setiap tindakan pengawasan.
Koordinator Divisi P2H Bawaslu Kabupaten Magelang, Sumarni Aini Chabibah, menilai P2P Daring sebagai ruang pembelajaran demokrasi yang membentuk kesadaran sosial. “P2P bukan hanya program tahunan, tetapi gerakan membangun budaya awas di tengah masyarakat. Bawaslu Kabupaten Magelang berkomitmen menjadikan nilai-nilai pengawasan sebagai bagian dari kehidupan demokratis warga,” ujarnya.
Ia menambahkan, ke depan Bawaslu Kabupaten Magelang akan terus memperluas kolaborasi dengan komunitas dan lembaga pendidikan agar nilai-nilai pengawasan partisipatif dapat diterapkan secara nyata di akar rumput. “Kami ingin pengawasan menjadi bagian dari keseharian, bukan sekadar tugas saat pemilu,” tutupnya.
Penulis: desiana