Lompat ke isi utama

Berita

Abad Suara, Abadi Demokrasi: Bawaslu Magelang Mengawal Hak Pemilih 100 Tahun Lebih

Pemilu 2024

Kassubag Pengawasan Bawaslu Kabupaten Magelang, Yuni Karina, bersama KPU Kabupaten Magelang saat melakukan Coktas, Rabu (24/09/2025). 

Kota Mungkid — Demokrasi tidak mengenal batas usia. Ia tumbuh bersama setiap generasi, dari mereka yang baru pertama kali mencoblos hingga yang telah melewati satu abad perjalanan hidup, Rabu (24/09/2025). Bawaslu Kabupaten Magelang hadir secara langsung mengawasi pelaksanaan Coklit Terbatas (Pencocokan dan Penelitian Data Pemilih) oleh KPU Kabupaten Magelang untuk pemilih berusia di atas 100 tahun di tiga lokasi: Desa Bigaran, Kecamatan Borobudur; Kelurahan Sawitan, Kecamatan Mungkid; dan Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan.

Kunjungan ini bukan sekadar bagian dari tahapan teknis pemutakhiran data pemilih, melainkan perjalanan batin yang penuh makna. Di balik lembar formulir dan daftar nama, tersimpan kisah para saksi hidup perjalanan republik mereka yang telah menyaksikan Indonesia lahir, tumbuh, dan berjuang mempertahankan demokrasi di berbagai zaman.

Pada kesempatan Coklit Terbatas kali ini, Bawaslu Kabupaten Magelang berkesempatan menemui Mbah Rubinah, sosok perempuan tangguh kelahiran tahun 1918 di Desa Bigaran, Kecamatan Borobudur. Di usianya yang telah melampaui satu abad, beliau masih tampak sehat, bugar, dan rutin menunaikan salat berjamaah di mushola dekat rumahnya. Dengan suara lembut namun penuh semangat, Mbah Rubinah menceritakan bagaimana ia tetap datang ke TPS dan memberikan hak suaranya pada Pilkada sebelumnya, ditemani oleh keluarga dan tetangga sekitar.

Baginya, memilih bukan sekadar kewajiban, tetapi bagian dari rasa syukur telah menyaksikan perjalanan panjang bangsa ini. “Selama masih bisa berjalan, saya ingin tetap ikut milih, nak. Wong negara iki butuh dijaga bareng-bareng,” tuturnya sambil tersenyum, memancarkan ketulusan dan kebanggaan seorang warga negara yang mencintai negerinya tanpa pamrih.

Kassubag Pengawasan Bawaslu Kabupaten Magelang, Yuni Karina, menegaskan bahwa pengawasan terhadap pemilih lanjut usia bukan hanya tugas administratif, melainkan bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai sejarah. “Mereka yang berusia seabad lebih telah melewati berbagai fase bangsa dari perjuangan hingga pembangunan. Menjaga hak pilih mereka berarti menjaga warisan demokrasi agar tetap hidup. Inilah alasan Bawaslu hadir, memastikan setiap hak politik tidak pernah hilang hanya karena usia,” ujarnya dengan penuh makna.

Proses Coklit Terbatas ini dilakukan dengan sangat hati-hati. Bawaslu memastikan petugas KPU memperhatikan aspek kemanusiaan, kesehatan, serta kondisi fisik para lansia. Pendampingan dilakukan dengan penuh empati mengingat sebagian dari mereka sudah terbatas dalam pendengaran atau mobilitas. Setiap nama yang terverifikasi menjadi bukti bahwa negara tetap hadir, bahkan bagi mereka yang rambutnya telah memutih oleh waktu.

Tak hanya mengawasi, Bawaslu juga menjadikan kegiatan ini sebagai momen edukatif dan reflektif. Melalui keterlibatan langsung, masyarakat diajak memahami bahwa pemilu bukan sekadar rutinitas lima tahunan, tetapi ruang untuk memastikan semua warga termasuk yang lanjut usia tetap memiliki suara yang diakui.

Koordinator Divisi P2H, Sumarni Aini Chabibah, menambahkan bahwa pengawasan ini menjadi wujud nyata dari semangat inklusivitas demokrasi. “Kami tidak ingin ada satu pun warga negara yang kehilangan hak politiknya hanya karena faktor usia atau keterbatasan fisik. Justru dari para pemilih sepuh ini, kita belajar tentang konsistensi dan kecintaan terhadap bangsa. Mereka adalah teladan bahwa partisipasi politik tak lekang oleh waktu,” tutur Aini.

Lebih dari sekadar memastikan nama terdaftar, Bawaslu Kabupaten Magelang ingin menyampaikan pesan moral yang kuat, bahwa setiap suara memiliki arti. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang mampu mendengar suara semua generasi, dari anak muda hingga mereka yang telah menapaki seratus tahun kehidupan.

Bagi para pengawas pemilu di lapangan, momen ini menjadi pengalaman yang menyentuh. Melihat semangat para lansia saat diverifikasi, ada getar kebanggaan tersendiri. Mereka bukan sekadar pemilih, tetapi penjaga api demokrasi yang menolak padam meski waktu terus berjalan.

Dengan demikian, Coklit Terbatas kali ini menjadi lebih dari sekadar tahap teknis. Ia menjelma menjadi perayaan kesetiaan pada demokrasi, pengingat bagi generasi muda bahwa hak suara adalah amanah yang diwariskan lintas zaman. Dari mereka yang seabad lebih, kita belajar bahwa mencintai Indonesia bisa dilakukan dengan cara paling sederhana yakni dengan tetap memilih.

Semangat Mbah Rubinah menjadi inspirasi nyata bagi generasi muda, bahwa cinta pada demokrasi tak diukur dari usia, melainkan dari kesadaran dan komitmen untuk tetap berpartisipasi.

penulis: desiana